Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan riset terkait beban penyakit akibat pencemaran udara.
Hasilnya, BRIN merilis lima besar penyakit yang diakibatkan dari polusi udara di Indonesia pada 2019. Daftar penyakit tersebut adalah stroke, penyakit jantung iskemik (ischemic heart disease), diabetes melitus, penyakit paru obstruktif kronis (chronic obstructive pulmonary disease/COPD), dan neonatal disorders.
Mengutip Infopublik.id, data tersebut berdasarkan analisa dari Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi BRIN Dede Anwar Musadad.
Hasil analisisnya menunjukkan, lima besar penyakit akibat polusi udara di provinsi dengan beban penyakit akibat polusi udara tinggi ada di kawasan timur Indonesia, seperti Sulawesi Barat, Maluku Utara, NTT, Gorontalo, dan Sulawesi Tengah.
“Menurut umur, beban penyakit akibat polusi udara tinggi pada kelompok bayi baru lahir. Sedangkan menurut jenis kelamin, pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan,” kata Dede dikutip dari www.brin.go.id, Rabu (1/5/2024).
Baca Juga: Kawasan Barat Jakarta Tetap Prospektif Saat Jakarta Tak Lagi Jadi Ibukota Negara
Jenis polusi udara yang erat kaitannya dengan tingginya beban penyakit adalah polusi udara dalam ruang (rumah tangga). Sementara dengan polusi udara ambien (luar ruangan) tidak menunjukkan hubungan yang bermakna.
Dari beberapa penelitian, ditengarai tingginya penyakit saluran pernapasan pada anak dan balita terkait dengan tingginya pencemaran udara di dalam rumah tangga. Juga, adanya kebiasaan ibu membawa bayi atau balita saat memasak di dapur, sehingga bayi dan balita terpapar asap.
Ia menyarankan bahwa perlunya untuk dilakukan promosi kesehatan terkait kebiasaan membakar sampah di rumah tangga, penggunaan bahan bakar memasak yang tidak aman, serta kebiasaan membawa anak saat memasak.
Baca Juga: PBB Ingatkan Bahaya Kerusakan Iklim: Dunia Hanya Punya Waktu Dua Tahun
“Selain itu, perlu terus digalakkan kebijakan pengalihan penggunaan bahan bakar tidak ramah lingkungan ke penggunaan bahan bakar yang aman, seperti listrik dan gas,” ujarnya.
Dede juga menuturkan, analisis beban penyakit menggunakan metode Disability-Adjusted Life Years (DALYs) loss. Yaitu, tahun hilang yang disebabkan karena disabilitas, kematian prematur, dan penyakit yang bisa melumpuhkan dan atau kecelakaan lalu lintas.
Sumber data tersebut diambil dari Global Burden of Diseases, Injuries, and Risk Factors Study (GBD) 2010-2019 yang dilakukan International Health Metric & Evaluation (IHME).
Dede mengatakan bahwa analisis dilakukan pada level nasional (Indonesia) dan provinsi. Di mana, analisisnya mengacu pada metode WHO untuk semua penyakit menurut tahun, provinsi, kelompok umur, dan jenis kelamin.
“Tingginya angka DALYs di masyarakat atau negara menunjukkan keadaan kualitas kesehatan yang tidak baik,” kata Dede.
Hasil analisis menunjukkan bahwa polusi udara merupakan faktor risiko lingkungan urutan pertama penyebab DALYs loss, baik pada 1990 maupun 2019.
Dirinya menekankan pentingnya pemantauan pencemaran udara secara rutin, baik polusi udara luar ruang (ambient air polution) maupun dalam ruang (household air pollution).
Surveilans kualitas udara dalam ruangan perlu dilakukan oleh petugas puskesmas, sesuai Permenkes Nomor 1077 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah.
Dede menuturkan bahwa pencemaran udara di Indonesia telah terbukti menyebabkan beban penyakit terutama penyakit katastropik. Sehingga, menyebabkan dampak ekonomi yang tinggi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News