Penulis: Virdita Ratriani
KONTAN.CO.ID - Google Doodle hari ini, Kamis (7/12/2023) menampilkan kapal pinisi. Hal ini bertepatan dengan ditetapkannya kapal pinisi menjadi warisan budaya dunia UNESCO yang telah ditetapkan di Paris, Perancis pada 7 Desember 2017 silam.
UNESCO memutuskan bahwa seni pembuatan kapal pinisi dari Sulawesi Selatan terpilih sebagai Warisan Budaya Tak Benda (Intangible Cultural of Humanity).
Lantas, dari mana asal perahu pinisi, filosofi, dan proses pembuatan kapal pinisi?
Baca Juga: Indonesia Wajib Bangga, Inilah 7 Warisan Budaya Tak Benda yang Diakui UNESCO
Kapal pinisi, kapal pelaut Bugis
Kapal pinisi adalah produk hibrida antara perahu Sulawesi dan galleon pembawa rempah khas Portugis dari abad ke-17. Kapal pinisi adalah kapal yang berasal dari Kebudayaan Bugis, Konjo, dan Mandar di Sulawesi Selatan.
Dirangkum dari laman Indonesia Baik, ciri khasnya adalah berupa layar dan dua tiang utama dan tujuh layar. Pembuatan Kapal Pinisi masih bisa ditemui di beberapa wilayah Sulawesi Selatan, yaitu di Tana Beru, Bira, dan Batu Licin di Kabupaten Balukumba.
Dalam proses pembuatan perahu pinisi dilakukan secara tradisional dan menggunakan tangan.
Baca Juga: Istri Presiden Filipina Sebut Labuan Bajo Romantis
Teknik pembuatan Kapal Pinisi juga sangat memperhatikan ketelitian dari sisi teknik dan navigasi. Saat ini pembuatan Kapal Pinisi sudah sangat berkurang karena kayu yang berkualitas sudah sangat sulit ditemukan.
Kapal pinisi sempat digunakan oleh Alfred Russel Wallace saat melakukan penelitian di Indonesia.
Alfred Russel Wallace adalah seorang naturalis sekaligus penjelajah, geografer, antropolog, biolog, dan ilustrator berkebangsaan Inggris yang mencetuskan teori evolusi lewat seleksi alam.
Baca Juga: Ajak Pemimpin ASEAN Berlayar Naik Pinisi, Ini Alasan Presiden Jokowi
Filosi pembuatan kapal pinisi
Pembuatan kapal pinisi terbagi dalam tiga tahap. Pada tahap pertama dimulai dari penentuan hari baik untuk mencari kayu untuk membuat kapal pinisi.
Dirangkum dari laman Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), biasanya, “hari baik” mencari kayu jatuh pada hari ke-5 atau ke-7 pada bulan pembuatan kapal. Pemilihan hari ini melambangkan rezeki yang ada di tangan, dan selalu mendapat rezeki.
Tahap kedua pembuatan kapal pinisi masuk ke proses menebang, mengeringkan, dan memotong kayu. Kayu-kayu tersebut kemudian dirakit menjadi setiap bagian kapal pinisi.
Tahap kedua inilah yang memakan waktu lama, bahkan hingga berbulan-bulan.Pada tahap ketiga adalah proses peluncuran kapal pinisi ke laut. Namun, sebelum diluncurkan, biasanya diadakan upacara maccera lopi, atau menyucikan kapal pinisi.
Baca Juga: Paviliun Indonesia di Hannover Messe 2023 Bertemakan Kapal Pinisi
Upacara ini ditandai dengan kegiatan menyembelih sapi atau kambing. Dengan perhitungan, jika bobot kapal kurang dari 100 ton, maka yang disembelih adalah kambing, sedangkan kalau di atas 100 ton berarti sembelih sapi.
Filosofi proses pembuatan kapal pinisi ini merefleksikan nilai sosial dan budaya kehidupan sehari-hari, yaitu kerja bersama, bekerja keras, keindahan, serta penghargaan terhadap lingkungan alam.
Demikian informasi mengenai kapal pinisi dan filosofi kapal pinisi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News