Penulis: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - Pihak berwenang Amerika Serikat dan Inggris resmi mengajukan dakwaan dan menuduh China telah melakukan aksin spionase dunia maya besar-besaran yang diduga merugikan jutaan orang.
Melansir Reuters, kedua negara mengidentifikasi kelompok peretas Advanced Persistent Threat 31 atau "APT31" sebagai bagian dari Kementerian Keamanan Negara China.
Beberapa target dari APT31 antara lain adalah staf Gedung Putih, senator AS, anggota parlemen Inggris, dan pejabat pemerintah di seluruh dunia, yang umumnya mengkritik kebijakan China.
Baca Juga: AS dan Jepang Perkuat Kerjasama Militer dalam Menghadapi Ancaman China
Aksi spionase dunia maya China itu juga menargetkan akademisi, jurnalis, perusahaan, hingga kontraktor pertahanan. Penyedia peralatan telepon seluler 5G dan teknologi nirkabel terkemuka juga menjadi sasaran.
"Tujuan dari operasi peretasan global ini adalah untuk membungkam kritik terhadap rezim China, mengkompromikan institusi pemerintah, dan mencuri rahasia dagang," kata Wakil Jaksa Agung AS, Lisa Monaco, dalam sebuah pernyataan hari Senin (25/3), dikutip Reuters.
Jaksa penuntut AS di pengadilan mengatakan, peretasan tersebut mengakibatkan adanya pembobolan akun kerja, email pribadi, penyimpanan online, dan catatan panggilan telepon milik jutaan orang AS.
Baca Juga: Pakar PBB Selidiki 58 Serangan Siber Senilai US$ 3 Miliar oleh Korea Utara
Di Inggris, pihak berwenang menuduh APT31 meretas anggota parlemen Inggris yang kritis terhadap China. Mereka juga menuduh kelompok peretas China itu menjadi dalang dari peretasan pengawas pemilu Inggris yang membahayakan data jutaan orang.
Perselisihan antara AS dan China terkait spionase dunia maya telah meningkat seiring dengan semakin banyaknya badan intelijen Barat yang memberikan peringatan atas dugaan aktivitas peretasan yang didukung oleh pemerintah China.
Di sisi lain, China juga mulai menaruh kecurigaan terhadap adanya operasi peretasan yang dilakukan negara-negara Barat.
Tahun lalu misalnya, Kementerian Keamanan Negara China mengklaim bahwa Badan Keamanan Nasional AS telah berulang kali menyusup ke dalam sistem data Huawei Technologies.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News