Sumber: Reuters | Editor: Hasbi Maulana
Daftar Isi:
- Resesi AS Apakah Resmi Terjadi?
- Ekonomi AS Bakal Jatuh ke Jurang Resesi
- Resesi Ekonomi Amerika dan Global Menurut:
- Ekonom: Ekonomi AS Sangat Rentan Tergelincir ke Dalam Resesi
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Ekonomi Amerika Serikat (AS) kembali berkontraksi pada kuartal kedua 2022, di tengah pengetatan kebijakan moneter agresif Federal Reserve (The Fed) untuk memerangi inflasi tinggi.
Kondisi itu memicu kekhawatiran pasar keuangan bahwa AS sudah dalam resesi. Penurunan PDB dua kuartal berturut-turut berarti memenuhi definisi standar resesi.
Dalam perkiraan awal yang disampaikan Kamis (28/7), Departemen Perdagangan AS mengatakan produk domestik bruto (PDB) turun pada tingkat tahunan 0,9% pada kuartal kedua.
Namun National Bureau of Economic Research yang merupakan wasit resmi resesi di Amerika Serikat, memiliki definisi lain.
Lembaga itu mendefinisikan resesi sebagai penurunan signifikan dalam aktivitas ekonomi yang tersebar di seluruh perekonomian.
"(Yang) berlangsung lebih dari beberapa bulan, biasanya terlihat dalam produksi, lapangan kerja, pendapatan riil dan indikator lainnya," kata biro tersebut.
Pertumbuhan pekerjaan rata-rata 456.700 per bulan di paruh pertama tahun ini, menghasilkan kenaikan upah yang kuat.
Namun risiko penurunan telah meningkat.
Pembangunan rumah dan penjualan rumah telah melemah sedangkan sentimen bisnis dan konsumen telah melunak dalam beberapa bulan terakhir.
Gedung Putih dengan penuh semangat melawan obrolan resesi karena berusaha menenangkan pemilih menjelang pemilihan paruh waktu 8 November 2022.
Pemilihan itu akan memutuskan apakah Partai Demokrat yang dipimpin Presiden Joe Biden, dapat mempertahankan kendali Kongres AS.
Menteri Keuangan AS Janet Yellen dijadwalkan mengadakan konferensi pers pada Hari Kamis (28/7) untuk membahas keadaan ekonomi AS. Sementara pasar tenaga kerja tetap ketat, ada tanda-tanda kehilangan tenaga.
Klaim pengangguran
Sebuah laporan terpisah dari Departemen Tenaga Kerja pada Hari Kamis (28/7) menunjukkan klaim awal tunjangan pengangguran negara yang disesuaikan secara musiman untuk pekan yang berakhir 23 Juli, turun 5.000 menjadi 256.000.
Klaim pengangguran tetap di bawah kisaran 270.000-350.000. Menurut para ekonom angka itu akan menandakan peningkatan tingkat pengangguran.
Namun, perlambatan pertumbuhan ekonomi dapat mendorong The Fed untuk mundur dari kenaikan suku bunga yang besar.
Meskipun, banyak hal akan bergantung pada jalur inflasi yang jauh di atas target 2% Bank Sentral AS.
Pada Hari Rabu (27/7), The Fed menaikkan suku bunga kebijakannya sebesar tiga perempat poin persentase sehingga total kenaikan suku bunga sejak Maret menjadi 225 basis poin. Ketua Fed Jerome Powell mengakui pelemahan aktivitas ekonomi sebagai akibat dari kebijakan moneter yang lebih ketat.
Ini Tanda-tanda Ekonomi AS Bakal Jatuh ke Jurang Resesi
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Muncul sejumlah pertanda bahwa ekonomi Amerika Serikat (AS) bakal jatuh ke jurang resesi.
Salah satunya, perekonomian Amerika Serikat secara tak terduga mengalami kontraksi pada kuartal kedua. Hal ini memicu kecemasan terjadinya resesi AS.
Data Reuters menunjukkan, belanja konsumen AS tumbuh pada laju paling lambat dalam dua tahun dan belanja bisnis menurun. Data tersebut meningkatkan risiko bahwa ekonomi berada di puncak resesi.
Sementara penurunan kuartalan kedua berturut-turut dalam produk domestik bruto yang dilaporkan oleh Departemen Perdagangan pada hari Kamis, sebagian besar mencerminkan laju akumulasi persediaan yang lebih moderat oleh bisnis. Hal tersebut disebabkan berkurangnya pasokan kendaraan bermotor, profil ekonomi lemah, dengan ekspor sebagai satu-satunya titik terang.
Ini dapat menghalangi Federal Reserve untuk terus meningkatkan suku bunganya secara agresif dengan tujuan untuk memerangi inflasi yang tinggi.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, bank sentral AS pada hari Rabu menaikkan suku bunga acuannya sebesar 75 basis poin, sehingga total kenaikan suku bunga sejak Maret menjadi 225 basis poin.
Baca Juga: Bunga The Fed Naik, Asia Paling Rentan
"Ekonomi sangat rentan tergelincir ke dalam resesi," kata Sal Guatieri, seorang ekonom senior di BMO Capital Markets di Toronto.
Dia menambahkan, "Itu mungkin mencegah The Fed untuk melakukan kenaikan suku bunga besar lainnya pada bulan September."
Melansir Reuters, perkiraan awal Departemen Perdagangan AS menunjukkan pada Kamis (28/7/2022), Produk Domestik Bruto atau PDB turun pada tingkat tahunan 0,9% setelah penurunan 1,6% dalam tiga bulan pertama tahun ini. Konsumsi pribadi, bagian terbesar dari ekonomi, naik pada kecepatan 1%, melambat dari periode sebelumnya.
Sementara, ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan PDB akan rebound pada tingkat 0,5%.
Akan tetapi, para ekonom, The Fed dan Gedung Putih mengatakan ekonomi tidak dalam resesi berdasarkan ukuran aktivitas yang lebih luas.
Biro Riset Ekonomi Nasional mendefinisikan resesi sebagai penurunan signifikan dalam aktivitas ekonomi yang tersebar di seluruh perekonomian, berlangsung lebih dari beberapa bulan, biasanya terlihat dalam produksi, lapangan kerja, pendapatan riil, dan indikator lainnya.
Baca Juga: Berpeluang Terus Menguat, Pamor Dollar Tetap Cerah
Pertumbuhan lapangan kerja rata-rata 456.700 per bulan pada paruh pertama tahun ini, sementara permintaan domestik terus tumbuh.
"Tidak diragukan lagi ada penurunan mendasar dalam permintaan domestik dalam bukti di sini," kata Brian Coulton, kepala ekonom di Fitch Ratings di New York.
"Tetapi angka ini tidak menandakan kedatangan awal inflasi dan resesi akibat pengetatan Fed yang baru-baru ini menjadi fokus pasar," tambah Coulton.
Gedung Putih berusaha menenangkan pemilih menjelang pemilihan kongres 8 November yang akan memutuskan apakah Partai Demokrat yang dipimpin Presiden Joe Biden mempertahankan kendali Kongres AS.
"Laporan ini menunjukkan ekonomi yang sedang bertransisi ke pertumbuhan berkelanjutan yang lebih stabil," kata Yellen dalam konferensi pers.
Saham di Wall Street diperdagangkan lebih tinggi. Dolar naik tipis terhadap sekeranjang mata uang. Imbal hasil Treasury AS turun.
Elon Musk, Bill Gates dan Robert Kiyosaki Satu Suara Soal Resesi Ekonomi Global
KONTAN.CO.ID - Bank Dunia memperingatkan ancaman resesi ekonomi global sudah di depan mata. Hal ini ditandai dengan inflasi yang tinggi, penurunan daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi yang melandai.
Seirama dengan Bank Dunia, kekhawatiran serupa juga mulai disuarakan para miliarder dunia dan pakar keuangan. Mulai dari Elon Musk, Bill Gates hingga Robert Kiyosaki yang dikenal sebagai guru keuangan.
Mereka memperingatkan agar setiap orang bersiap menghadapi penurunan pertumbuhan ekonomi di tengah kenaikan harga-harga barang dan kebutuhan pokok. Mereka juga memberikan tips cara menghadapi resesi termasuk dalam hal berinvestasi.
1. Elon Musk
CEO Tesla, Elon Musk, misalnya memperingatkan bahwa resesi ekonomi AS tak terhindarkan (inevitable). Orang terkaya dunia ini mengatakan bahwa resesi ekonomi AS lebih mungkin terjadi daripada tidak.
Karena itu, Elon Musk merespons kondisi ini dengan rencana mengurangi 10% karyawan Tesla dan meningkatkan pekerja harian yang dibayar per jam.
“Resesi tidak bisa dihindari di beberapa titik. Mengenai apakah ada resesi dalam waktu dekat, itu lebih mungkin daripada tidak, ” kata Musk seperti dikutip dari The Guardian.
Elon Musk yang memiliki kekayaan sebesar US$ 253,4 miliar atau setara Rp 3.801 triliun ini per Jumat (22/7/2022) itu menambahkan bahwa resesi, selain ditandai dengan kenaikan harga-harga atau inflasi, juga ditandai mulai terganggunya rantai pasok di seluruh dunia.
Baca Juga: Robert Kiyosaki Peringatkan Inflasi Dapat Memicu Terjadinya Depresi Besar
2. Bill Gates
Salah satu Founder Microsoft, Bill Gates, juga turut memperingatkan akan bahaya resesi global yang mulai membayangi saat ini. Bill Gates mengatakan, resesi atau krisis global akan segera tiba. Hal itu disebabkan sebagai dampak invasi Rusia ke Ukraina yang mengerek harga energi dan bahan pangan dunia.
Seperti diketahui, Ukraina adalah salah satu penghasil gandum terbesar dunia bersama Rusia. Selain itu, Rusia juga salah satu produsen minyak dan tambang terbesar dunia.
Perang menyebabkan kedua negara tidak dapat mengekspor produknya dengan lancar seperti sebelumnya. Apalagi Rusia terkena sanksi barat yang banyak menyasar komoditas strategisnya.
Menurut Bill Gates, yang kini memiliki kekayaan US$ 104,7 miliar atau setara Rp 1.570 triliun itu, selain perang Rusia-Ukraina, krisis yang diakibatkan Covid-19 juga belum sepenuhnya pulih.
Sementara itu, tingkat utang pemerintah di sejumlah negara sudah terlanjur tinggi. Banyak negara menambah utang untuk memperkuat belanja negara menghadapi pandemi.
Baca Juga: Bill Gates Masih Jadi Orang Terkaya ke-5 Dunia Meski Sudah Sumbang Rp 300 Triliun
Baik itu untuk pembelian alat kesehatan, merawat warga yang terdampak Covid-19 dan mensubsidi masyarakat yang terdampak.
Selain itu, Bill Gates menuturkan, resesi ekonomi segera tiba terlihat dari rantai pasokan dunia yang mulai mengalami masalah.
"Kondisi ini akan mempercepat masalah inflasi dan kemungkinan memaksa bank sentral menaikkan suku bunga yang pada akhirnya akan menyebabkan krisis atau penurunan ekonomi," ujar Gatesseperti dilansir dari Marga.com.
Bill Gates melanjutkan, kekhawatiran para kalangan yang pesimistis pada kondisi perekonomian dunia tampaknya akan menjadi kenyataan.
"Saya khawatir para pesimistis memiliki argumen yang cukup kuat (akan terjadinya resesi)," tutur Gates.
Untuk itu, miliarder yang dikenal dermawan ini mengirimkan sepenanggal nasihat kepada masyarakat dalam menghadapi resesi ekonomi.
Bill Gates bilang, Anda hanya bisa tetap optimistis dalam jangka panjang, jika Anda cukup pesimistis untuk bertahan dalam jangka pendek.
Belakangan ini, Bill Gates, yang berhasil mengumpulkan pundi-pundi kekayaan dari teknologi justru makin rajin memburu dan membeli lahan pertanian di AS. Bahkan ia dikenal sebagai pemilik lahan pertanian swasta terbesar di AS.
Baca Juga: Elon Musk Ditanya Jumlah Anak yang Diiginkan, Jawabannya: Mars Butuh Orang
Berdasarkan catatan Forbes, Bill Gates telah memiliki lahan pertanian seluas 242.000 hektar di seluruh AS.
Belum lama ini, Bill Gates juga dikabarkan Bill Gates telah mendapatkan persetujuan hukum untuk membeli 2.100 hektar lahan pertanian dari petani kentang di timur laut North Dakota, Campbell Farms.
3. Robert Kiyosaki
Guru Keuangan, penulis buku keuangan best seller, Rich Dad Poor Dad, Robert Kiyosaki juga memperingatkan akan terjadinya resesi ekonomi.
Robert Kiyosaksi mengatakan, kenaikan harga-harga barang konsumsi di AS yang melonjak 8,6% pada Mei 2022 dan 9,1% pada Juni 2022 merupakan rekor tertinggi sejak November 1981 atau 41 tahun terakhir.
Bahkan dalam tweet terbarunya, Robert Kiyosaksi mengatakan inflasi yang tidak berpotensi menyebabkan terjadinya depresi besar (Greater Depression). Depresi besar ini mulai menerjang bisnis real estate yang ditandai dengan kenaikan penyitaan hingga 70%% dari tahun lalu. Juga terlihat dari pemutusan hubungan kerja di sejumlah perusahaan.
Inflasi ini menjadi landasan kuat bagi The Fed untuk menterek suku bunga acuan secara agresif. Robert Kiyosaki mengatakan inflasi ini sebagai lingkaran setan yang membunuh masyarakat.
"Ketika inflasi naik, kita akan memusnahkan 50% populasi AS," ujar Kiyosaki kepada Stansberry Research.
Robert Kiyosaki mengatakan, salah satu penyebab inflasi adalah AS berhenti memproduksi barang-barang rill. Robert Kiyosaki mengatakan, saat ini AS justru banyak memproduksi gelembung. Karena itu, ia bilang, saat ini AS memiliki gelembung di pasar real estate, pasar saham dan pasar obligasi.
Robert Kiyosaki memperingatkan, warga AS tidak siap menghadapi resesi ekonomi. Menurutnya, rata-rata warga AS saat ini tidak memiliki tabungan sebesar US$ 1.000 yang disisihkan untuk dana tak terduga.
Baca Juga: Ini 10 Nasihat Terbaik Robert Kiyosaki Soal Investasi dan Keuangan
Untuk itu, Robert Kiyosaki mengatakan, dalam menghadapi kondisi suram ini, ia mendorong setiap orang untuk menempatkan investasi mereka pada aset safe haven seperti emas dan perak dan menghindari memegang banyak uang kertas.
Karena menurutnya, emas dan perak tak bisa dicetak begitu saja, sementara uang kertas bisa dicetak sebanyak-banyaknya oleh pemerintah yang membuat nilainya turun.
Robert Kiyosaki memang gemar mengoleksi emas sejak 1972. saat ini ia telah membeli 2.500 koin emas batangan American Silver Eagle. Selain emas dan perak, Robert Kiyosaki juga menyarankan warga untuk mengoleksi bahan makanan yang bisa disimpan dalam waktu lama seperti ikan kaleng.
Menurutnya, saat resesi tiba maka harga bahan pangan pertama-tama akan melonjak tinggi dan menyebabkan banyak orang tak bisa membeli makanan.
Ekonom: Ekonomi AS Sangat Rentan Tergelincir ke Dalam Resesi
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Perekonomian Amerika Serikat secara tak terduga mengalami kontraksi pada kuartal kedua. Hal ini memicu kecemasan terjadinya resesi AS.
Data Reuters menunjukkan, belanja konsumen AS tumbuh pada laju paling lambat dalam dua tahun dan belanja bisnis menurun. Data tersebut meningkatkan risiko bahwa ekonomi berada di puncak resesi.
Sementara penurunan kuartalan kedua berturut-turut dalam produk domestik bruto yang dilaporkan oleh Departemen Perdagangan pada hari Kamis, sebagian besar mencerminkan laju akumulasi persediaan yang lebih moderat oleh bisnis. Hal tersebut disebabkan berkurangnya pasokan kendaraan bermotor, profil ekonomi lemah, dengan ekspor sebagai satu-satunya titik terang.
Ini dapat menghalangi Federal Reserve untuk terus meningkatkan suku bunganya secara agresif dengan tujuan untuk memerangi inflasi yang tinggi.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, bank sentral AS pada hari Rabu menaikkan suku bunga acuannya sebesar 75 basis poin, sehingga total kenaikan suku bunga sejak Maret menjadi 225 basis poin.
Baca Juga: Bunga The Fed Naik, Asia Paling Rentan
"Ekonomi sangat rentan tergelincir ke dalam resesi," kata Sal Guatieri, seorang ekonom senior di BMO Capital Markets di Toronto.
Dia menambahkan, "Itu mungkin mencegah The Fed untuk melakukan kenaikan suku bunga besar lainnya pada bulan September."
Melansir Reuters, perkiraan awal Departemen Perdagangan AS menunjukkan pada Kamis (28/7/2022), Produk Domestik Bruto atau PDB turun pada tingkat tahunan 0,9% setelah penurunan 1,6% dalam tiga bulan pertama tahun ini. Konsumsi pribadi, bagian terbesar dari ekonomi, naik pada kecepatan 1%, melambat dari periode sebelumnya.
Sementara, ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan PDB akan rebound pada tingkat 0,5%.
Akan tetapi, para ekonom, The Fed dan Gedung Putih mengatakan ekonomi tidak dalam resesi berdasarkan ukuran aktivitas yang lebih luas.
Biro Riset Ekonomi Nasional mendefinisikan resesi sebagai penurunan signifikan dalam aktivitas ekonomi yang tersebar di seluruh perekonomian, berlangsung lebih dari beberapa bulan, biasanya terlihat dalam produksi, lapangan kerja, pendapatan riil, dan indikator lainnya.
Baca Juga: Berpeluang Terus Menguat, Pamor Dollar Tetap Cerah
Pertumbuhan lapangan kerja rata-rata 456.700 per bulan pada paruh pertama tahun ini, sementara permintaan domestik terus tumbuh.
"Tidak diragukan lagi ada penurunan mendasar dalam permintaan domestik dalam bukti di sini," kata Brian Coulton, kepala ekonom di Fitch Ratings di New York.
"Tetapi angka ini tidak menandakan kedatangan awal inflasi dan resesi akibat pengetatan Fed yang baru-baru ini menjadi fokus pasar," tambah Coulton.
Gedung Putih berusaha menenangkan pemilih menjelang pemilihan kongres 8 November yang akan memutuskan apakah Partai Demokrat yang dipimpin Presiden Joe Biden mempertahankan kendali Kongres AS.
"Laporan ini menunjukkan ekonomi yang sedang bertransisi ke pertumbuhan berkelanjutan yang lebih stabil," kata Yellen dalam konferensi pers.
Saham di Wall Street diperdagangkan lebih tinggi. Dolar naik tipis terhadap sekeranjang mata uang. Imbal hasil Treasury AS turun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News