Reporter: Siti Masitoh | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2026 diproyeksi membaik, meskipun belum mampu melaju setinggi target pemerintah. Ketidakpastian global yang masih tinggi serta konsumsi rumah tangga yang belum pulih sepenuhnya menjadi faktor utama penahan laju pertumbuhan.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengungkapkan, pada 2026 perekonomian global masih dibayangi berbagai risiko yang berpotensi menekan kinerja ekonomi nasional, terutama melalui jalur perdagangan internasional dan sektor keuangan.
Salah satu risiko utama berasal dari perlambatan ekonomi China. Josua mencatat, pada semester I 2025 pertumbuhan ekonomi China masih relatif solid dengan rata-rata 5,3%. Namun, pada kuartal III 2025, pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu tersebut telah turun ke bawah 5%.
“Kondisi ini berpotensi menimbulkan risiko tambahan terhadap kinerja perekonomian Indonesia, khususnya dari sisi perdagangan,” ujar Josua.
Selain China, risiko global juga datang dari dampak lanjutan kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) yang dinilai belum sepenuhnya tercermin dalam aktivitas ekonomi global.
Meski demikian, Josua menilai perekonomian Indonesia masih menunjukkan tingkat resiliensi yang relatif baik dibandingkan negara lain hingga kuartal III tahun ini. Di tengah pelemahan global, pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap terjaga di kisaran 5% sepanjang 2025, mencerminkan kondisi domestik yang masih cukup solid.
Baca Juga: DPR Usul Alihkan MBG, Menkeu Tegas: Dana Bencana Rp 60 Triliun Cukup
Ekonomi domestik dinilai menjadi penopang utama ketahanan ekonomi nasional, terutama jika dibandingkan dengan sejumlah negara maju maupun berkembang yang mengalami tekanan lebih dalam.
Memasuki 2026, kondisi ekonomi Indonesia diperkirakan membaik. Data November 2025 menunjukkan aktivitas manufaktur nasional masih berada dalam fase ekspansif, mengindikasikan permintaan domestik yang relatif terjaga meski ekonomi global melambat.
“Permintaan di sektor manufaktur Indonesia masih ditopang oleh pesanan domestik,” jelas Josua.
Berdasarkan perkembangan tersebut, Bank Permata memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 berada di kisaran 5,0%–5,1% dan meningkat pada 2026 menjadi sekitar 5,1%–5,2%.
Namun demikian, proyeksi tersebut masih lebih rendah dibandingkan target pemerintah yang mematok pertumbuhan ekonomi 2026 sebesar 5,4%.
Josua menilai, laju pertumbuhan ekonomi nasional tertahan oleh perlambatan konsumsi rumah tangga. Pergeseran fokus belanja pemerintah dari pembangunan infrastruktur pada 2024 ke program-program sosial pada 2025 dinilai belum sepenuhnya memberikan efek pengungkit terhadap konsumsi.
Baca Juga: Catat! Ini Kalender 2026 dengan 17 Hari Libur Nasional dan 8 Cuti Bersama
“Kalau dibandingkan beberapa tahun sebelumnya, sektor konsumsi mengalami perlambatan yang cukup signifikan,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, pada 2024 pembangunan infrastruktur masih berlangsung masif. Sementara itu, pada kuartal I hingga kuartal III 2025, realisasi pembangunan infrastruktur diperkirakan hanya mencapai sekitar 30%–39% dari capaian 2024, dan bahkan menurun hingga 7,2% pada periode berikutnya.
Meski demikian, Josua menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia berpeluang melampaui proyeksi 5,1%–5,2% pada 2026 apabila pemerintah mampu memaksimalkan pelaksanaan program-program prioritas.
Beberapa program tersebut antara lain Program Makan Bergizi Gratis (MBG), pembangunan tujuh dari target tiga juta rumah, serta inisiatif Korporasi Merah Putih.
Karena itu, ia menekankan pentingnya ekspansi fiskal yang terukur guna menjaga stabilitas ekonomi, sekaligus memastikan program prioritas terserap optimal dan tepat sasaran.
Selain itu, penguatan kepentingan domestik juga dinilai krusial, terutama melalui program produksi yang menyasar kelas menengah sebagai motor utama konsumsi.
Tonton: China Terbitkan Rancangan Aturan AI dengan Interaksi Serupa Manusia
Di sisi pendapatan negara, pemerintah diminta berhati-hati dalam meningkatkan pembiayaan, sambil mengoptimalkan potensi penerimaan baru seperti pajak karbon dan pajak transportasi individu yang masih belum tergarap maksimal.
Dari sisi investasi, Josua menilai pemerintah telah memiliki regulasi dan satuan tugas pendukung, namun perlu diperkuat dengan penyusunan pipeline proyek yang jelas di sektor keuangan, energi, digitalisasi logistik, pariwisata, hingga perumahan.
“Dengan pipeline dan perhitungan risiko yang jelas, investor akan memiliki kepastian dan lebih percaya diri menanamkan modal,” pungkasnya.
Kesimpulan
Ekonomi Indonesia pada 2026 diproyeksi membaik dengan pertumbuhan 5,1%–5,2%, namun masih belum cukup kuat untuk mengejar target pemerintah sebesar 5,4%. Ketidakpastian global, terutama perlambatan ekonomi China dan dampak lanjutan kebijakan tarif AS, tetap menjadi penahan utama, sementara dari dalam negeri perlambatan konsumsi rumah tangga membatasi ruang akselerasi pertumbuhan meski sektor manufaktur masih ekspansif. Peluang melampaui proyeksi hanya terbuka jika pemerintah mampu mengeksekusi program prioritas secara efektif, menjaga ekspansi fiskal tetap terukur, serta memperkuat konsumsi kelas menengah dan kepastian investasi, agar pemulihan tidak berhenti pada level “aman tapi kurang agresif.”
Selanjutnya: DPR Usul Alihkan MBG, Menkeu Tegas: Dana Bencana Rp 60 Triliun Cukup
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













