Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Mulai 2026, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan memperluas pertukaran informasi keuangan otomatis (AEOI) mencakup e-wallet dan mata uang digital bank sentral (CBDC). Simak dampaknya bagi wajib pajak dan sistem perpajakan Indonesia.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menegaskan bahwa mulai tahun 2026, pertukaran informasi keuangan antarnegara secara otomatis atau Automatic Exchange of Information (AEOI) akan diperluas.
Perluasan ini mencakup rekening produk uang elektronik (e-money) dan mata uang digital bank sentral (Central Bank Digital Currency / CBDC).
Langkah ini merupakan bagian dari implementasi Amendments to the Common Reporting Standard (Amended CRS) yang ditetapkan oleh OECD. Indonesia telah menandatangani
Addendum to the CRS Multilateral Competent Authority Agreement (CRS MCAA) pada 19 November 2024.
Komitmen ini menandai adopsi standar pelaporan keuangan global terbaru mulai 2026, dengan pertukaran data akan dilakukan pada 2027.
Baca Juga: Tarif Impor ke AS Bakal 0%? Indonesia Mulai Negosiasi Ulang, Fokus ke Sawit dan Kakao
Landasan Hukum dan Persiapan DJP
Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto, melalui surat PENG-3/PJ/2025, menjelaskan bahwa DJP tengah menyiapkan Rancangan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) sebagai dasar hukum implementasi standar baru tersebut.
Jenis rekening yang wajib dilaporkan nantinya tak hanya rekening bank, tetapi juga produk uang elektronik tertentu serta mata uang digital bank sentral.
Kebijakan ini mendapat apresiasi dari kalangan konsultan pajak.
Raden Agus Suparman, Konsultan Pajak dari Botax Consulting Indonesia, menilai langkah ini sebagai terobosan besar dalam pengawasan dan penggalian potensi perpajakan di Indonesia.
Menurutnya, Bank Indonesia sejak Agustus 2025 telah menyiapkan portal nasional payment.id untuk mencatat seluruh transaksi digital.
Meski peluncurannya sempat tertunda, infrastruktur datanya sudah siap dimanfaatkan oleh DJP.
“DJP hanya membutuhkan payung hukum untuk meminta data-data tersebut. Dengan PMK yang memberi dasar hukum pengambilan data transaksi keuangan, DJP dapat mengakses informasi dari berbagai pelaku bisnis, termasuk penyedia dompet digital dan platform pembayaran,” ujar Raden kepada Kontan.co.id, Kamis (30/10/2025).
Baca Juga: Kabar Terbaru Gaji ASN 2026: Naik atau Tidak? Ini Jawaban Menteri PANRB dan Menkeu
Dampak pada Kepatuhan dan Pengawasan Pajak
Raden menyoroti bahwa masuknya data CBDC akan memperkaya analisis DJP dalam menilai kemampuan bayar wajib pajak, sehingga kesalahan perhitungan bisa diminimalkan.
Ia berharap DJP dapat memanfaatkan profil wajib pajak secara menyeluruh, bukan hanya fokus pada potensi pajak.
Selain meningkatkan pengawasan, keterbukaan data transaksi juga diyakini meningkatkan kepatuhan pajak.
Dengan sistem terintegrasi seperti Coretax, DJP dapat mendeteksi saldo atau transaksi keuangan yang tidak dilaporkan dalam SPT Tahunan.
Tonton: Gaji dan Tunjangan DPR Bebas Pajak Penghasilan, Ini Penjelasan DJP
Jaminan Keamanan dan Potensi Penerimaan Pajak
Pengamat Perpajakan Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, juga mengapresiasi langkah pemerintah ini.
Ia menegaskan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir mengenai keamanan data, sebab sistem AEOI telah terbukti aman dan terstandar global.
Fajry menilai, kebijakan ini justru akan memperkuat basis pajak nasional dan mendukung kepentingan wajib pajak jangka panjang.
Namun, potensi penerimaan pajak dari integrasi data digital bergantung pada dua faktor utama:
1. Luas penggunaan e-money dan rupiah digital, terutama di sektor informal.
2. Kelengkapan regulasi pendukung agar sistem pelaporan lebih komprehensif.
“Untuk angka potensi penerimaan, memang sulit ditentukan secara akurat, terutama dari sektor informal,” pungkas Fajry.
Kesimpulan
Mulai 2026, data transaksi dari e-wallet dan mata uang digital akan masuk radar perpajakan melalui sistem AEOI.
Langkah ini diharapkan memperkuat transparansi, mendorong kepatuhan pajak, serta memperluas basis penerimaan negara di era ekonomi digital.
Selanjutnya: Tak Mau Kalah dari Malaysia, Indonesia Tuntut Tarif 0% dari Amerika
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


/2025/06/17/1771950469.jpg) 
  
  
  
  
  
 










