Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) masih menjadi momok serius bagi dunia usaha sepanjang 2025. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai, meski pemerintah telah menggulirkan berbagai program stabilitas ekonomi, risiko pengurangan tenaga kerja tetap sulit diredam akibat tantangan yang bersifat struktural.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Bob Azam mengungkapkan, kebijakan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang kerap menjadi instrumen tahunan pemerintah tidak serta-merta menjadi solusi instan untuk mencegah PHK maupun memperbaiki daya beli masyarakat secara luas.
Menurutnya, kenaikan upah memang meningkatkan pendapatan nominal pekerja. Namun, efektivitasnya dalam mendorong konsumsi sangat bergantung pada stabilitas harga dan peningkatan produktivitas tenaga kerja.
“Kenaikan UMP tidak serta-merta menjadi solusi instan untuk memperbaiki daya beli atau mencegah PHK. Dalam kondisi saat ini, kenaikan UMP lebih berfungsi sebagai buffer, bukan demand booster yang kuat,” ujar Bob kepada Kontan.co.id, Senin (29/12).
Bob menekankan bahwa persoalan yang jauh lebih krusial saat ini adalah menyusutnya kelas menengah di Indonesia. Mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk kelas menengah turun drastis dari 57,33 juta jiwa pada 2019 menjadi 47,85 juta jiwa pada 2024.
Baca Juga: Ekonomi Indonesia 2026 Diproyeksi Kalah dari Target Pemerintah? Ini Penjelasannya
Padahal, sekitar 81% konsumsi rumah tangga nasional selama ini ditopang oleh kelas menengah dan kelompok menuju kelas menengah (aspiring middle class).
“Hampir 10 juta orang keluar dari kelas menengah dalam lima tahun terakhir. Ini menunjukkan tekanan daya beli yang luar biasa dan tidak bisa diselesaikan hanya melalui instrumen upah,” tegasnya.
Dalam konteks tersebut, Apindo mendorong pemerintah untuk menerapkan pendekatan kebijakan yang lebih terintegrasi dan bersifat countercyclical. Salah satunya melalui pemberian stimulus fiskal yang tepat sasaran kepada kelompok masyarakat dengan kecenderungan belanja tinggi agar konsumsi domestik tetap terjaga.
Selain itu, stabilitas harga pangan dan energi dinilai menjadi faktor krusial untuk menjaga sisa pendapatan masyarakat agar tidak tergerus inflasi.
Dari sisi penciptaan lapangan kerja, Bob menilai pemerintah perlu memperkuat sektor-sektor dengan efek domino cepat atau multiplier effect tinggi, seperti pariwisata, ritel, dan perhotelan (hospitality).
Tonton: Pertamina Patra Niaga Rilis BBM Biosolar Baru, Klaim Lebih Unggul dari Biodiesel Biasa
“Penciptaan lapangan kerja perlu difokuskan pada program padat karya dan sektor-sektor dengan multiplier effect cepat seperti pariwisata, ritel, dan hospitality,” pungkas Bob.
Kesimpulan
Ancaman PHK pada 2025 mencerminkan masalah struktural ekonomi yang tidak bisa diatasi hanya dengan menaikkan UMP. Meski berfungsi sebagai bantalan pendapatan pekerja, kenaikan upah tidak cukup kuat mendorong konsumsi di tengah menyusutnya kelas menengah, tekanan inflasi, dan produktivitas yang belum membaik. Apindo menilai solusi yang lebih efektif terletak pada kebijakan terintegrasi, mulai dari stimulus fiskal yang tepat sasaran, pengendalian harga pangan dan energi, hingga penguatan sektor padat karya dengan multiplier effect tinggi, agar daya beli dan lapangan kerja dapat pulih secara berkelanjutan.
Selanjutnya: Bisnis Unitlink Masih Butuh Banyak Perbaikan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













