Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj) menetapkan perubahan signifikan dalam sistem pembagian kuota haji antarprovinsi mulai 1447 H/2026 M. Untuk pertama kalinya, kuota ditentukan berdasarkan persentase daftar tunggu jemaah di tiap provinsi. Kebijakan ini merupakan mandat dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025.
Ketua Komnas Haji dan Umrah, Mustolih, meminta agar skema baru ini dikaji lebih matang dan disosialisasikan secara memadai kepada masyarakat. Menurutnya, tujuan keadilan dan pemerataan antrean memang dapat dipahami, namun penerapannya harus disertai regulasi turunan yang jelas.
“Ini bagian dari ikhtiar menuju rasionalisasi masa tunggu calon jemaah haji reguler. Tapi landasan hukum berupa aturan turunan seperti peraturan menteri atau keputusan menteri belum terlihat,” ujar Mustolih kepada Kontan.co.id, Kamis (13/11/2025).
Mustolih menegaskan bahwa sebelumnya penetapan kuota melibatkan pemerintah daerah. Dalam kebijakan baru, kewenangan penuh justru berada pada Menteri Haji, sehingga aspek transparansi dan kepastian regulasi menjadi penting.
Baca Juga: Kebijakan E10: Antara Peluang Ekonomi Rakyat dan Ancaman Dominasi Korporasi
Menurut Komnas Haji, kurangnya regulasi turunan dapat menimbulkan kebingungan calon jemaah, terutama mereka yang berpotensi gagal berangkat akibat perubahan alokasi kuota.
Dengan sistem baru, pembagian kuota dihitung berdasarkan proporsi daftar tunggu masing-masing provinsi. Situasi ini membuat beberapa daerah berpotensi tidak memberangkatkan jemaah tahun depan. Misalnya, di Jawa Barat terdapat sekitar 9.000 calon jemaah yang terdampak. Bahkan di Palopo, skema baru membuat kuota nol sehingga tidak ada jemaah yang dapat diberangkatkan.
Komnas Haji juga menyoroti nasib jemaah yang telah lunas tunda akibat pandemi Covid-19. Menurut Mustolih, jemaah kategori ini sebelumnya masuk prioritas pemberangkatan, namun dalam skema baru statusnya menjadi tidak jelas.
“Apakah mereka tetap diprioritaskan atau justru kembali masuk masa tunggu?” katanya.
Tonton: Kementerian Haji Umumkan Daftar Penyakit yang Tak Lolos Syarat Kesehatan Haji 2026, Apa Saja?
Merujuk informasi yang diunggah akun resmi Kementerian Haji dan Umrah RI (@kemenhaj.ri), berikut formula pembagian kuota haji reguler:
Kuota Provinsi = (Daftar Tunggu Provinsi ÷ Total Daftar Tunggu Nasional) × Total Kuota Haji Reguler Nasional
Contoh perhitungan untuk Provinsi Aceh:
- Daftar tunggu Aceh: 144.076
- Total daftar tunggu nasional: 5.398.420
- Total kuota haji reguler nasional: 203.302
- Maka kuota Aceh tahun 2026 menjadi:
(144.076 ÷ 5.398.420) × 203.302 = 5.426 jemaah.
Komnas Haji berharap pemerintah memperjelas aturan turunan dan mengoptimalkan sosialisasi agar perubahan kebijakan ini tidak menimbulkan ketidakpastian bagi calon jemaah di seluruh Indonesia.
Kesimpulan
Perubahan skema kuota haji 2026 berbasis proporsi daftar tunggu membawa semangat pemerataan, tetapi implementasinya memunculkan sejumlah risiko baru, mulai dari potensi tidak adanya jemaah yang berangkat di beberapa daerah hingga ketidakjelasan nasib jemaah yang sudah melunasi biaya namun tertunda akibat pandemi. Komnas Haji mendesak pemerintah untuk segera menerbitkan aturan turunan dan memperkuat sosialisasi agar kebijakan ini tidak berubah menjadi sumber ketidakpastian baru bagi calon jemaah di seluruh Indonesia.
Sumber Data:
- Unggahan resmi Kementerian Haji dan Umrah RI terkait perubahan skema kuota haji 2026 (https://www.instagram.com/kemenhaj.ri)
- UU Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah (https://peraturan.go.id)
- Data daftar tunggu nasional dan perhitungan kuota haji reguler dari Kemenhaj (https://www.kemenag.go.id)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













