Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Di tengah euforia meningkatnya investasi asing ke Indonesia, BSI Institute mengingatkan adanya fenomena baru yang bisa menjadi risiko fiskal tersembunyi. Lembaga riset itu menyoroti meningkatnya aliran modal dari negara dengan rezim pajak rendah atau tax haven jurisdictions.
Dalam laporan bertajuk Quarterly Volume III 2025, BSI Institute mencatat total investasi yang masuk ke Indonesia melonjak dari Rp 825,80 triliun pada 2020 menjadi Rp 1.710,56 triliun pada 2024.
Bahkan hanya dalam enam bulan pertama 2025, realisasi investasi sudah mencapai Rp 940,78 triliun.
“Pertumbuhan ini patut dirayakan sebagai sinyal positif bahwa Indonesia tetap menjadi magnet investasi yang menjanjikan di tengah dinamika ekonomi global,” tulis Sayyaf Rabbaniy, Research Assistant BSI Institute, Rabu (12/11/2025).
Investasi dari Tax Haven Semakin Besar
Data BKPM menunjukkan sebagian besar foreign direct investment (FDI) masih berasal dari negara tradisional seperti Jepang dan Malaysia. Namun, porsi investasi dari yurisdiksi offshore seperti Bermuda dan British Virgin Islands (BVI) kini meningkat signifikan.
Menurut World Population Review (2025), negara seperti Singapura, Hong Kong, BVI, dan Labuan (Malaysia) tergolong tax haven karena menawarkan insentif pajak besar bahkan bebas pajak korporasi.
Baca Juga: Krisis PHK 2025: 126.000 Pekerja Kehilangan Pekerjaan, Sektor Tekstil Paling Parah
Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran bahwa sebagian investasi yang masuk tidak sepenuhnya mencerminkan aktivitas ekonomi riil di Indonesia.
Sebagai contoh, investasi asal Bermuda sempat anjlok -149,67% pada 2023, namun melonjak kembali 74,59% hanya setahun kemudian.
Tren serupa juga terlihat pada investasi dari Belanda dan Kepulauan Cayman yang rebound di 2024. Sementara investasi dari Singapura dan Hong Kong relatif stabil, meski tetap fluktuatif dari tahun ke tahun.
Fenomena Phantom FDI dan Dampaknya
BSI Institute menyebut fenomena ini sebagai phantom FDI, yaitu investasi yang tercatat secara hukum namun tidak disertai aktivitas ekonomi nyata di dalam negeri.
Investasi jenis ini umumnya disalurkan melalui Special Purpose Entities (SPEs) di negara dengan pajak rendah dan kerahasiaan korporat tinggi.
Tonton: Indonesia-Australia Sepakati Perjanjian Kerjasama Pertahanan Baru, Berikut Detail Perjanjian
Dari sisi penyerapan tenaga kerja, dampak investasi dari tax haven juga bervariasi.
Data triwulanan 2024 menunjukkan:
- BVI: 2,61 tenaga kerja per Rp 1 miliar investasi (tertinggi, didorong sektor listrik, gas, dan air)
- Bermuda: 1,55 tenaga kerja per Rp 1 miliar (tren menurun)
- Cayman Islands: sempat naik ke 1,96 sebelum kembali melemah
“Meski investasi dari tax haven menciptakan lapangan kerja, dampaknya bergantung pada sektor yang dibiayai dan tidak bisa digeneralisasi hanya dari nilai PMA,” kata Sayyaf.
Potensi Transfer Pricing dan Penurunan Rasio Pajak
BSI Institute menyoroti kecenderungan perusahaan dengan koneksi tax haven untuk melakukan transfer pricing, terutama jika menggunakan aset tidak berwujud seperti paten dan merek dagang.
Hal ini menciptakan kompleksitas dalam pelaporan keuangan dan memperbesar celah ketidaktransparanan, yang pada akhirnya menggerus potensi penerimaan pajak negara.
“Akumulasi dari praktik ini bisa menjadi alasan mengapa rasio pajak Indonesia menurun beberapa tahun terakhir, meskipun realisasi PMA terus meningkat,” tulis laporan itu.
BSI Institute memperingatkan, arus investasi dari tax haven juga dapat memperburuk asymmetric information antara otoritas fiskal dan perusahaan, sekaligus menurunkan efektivitas kebijakan fiskal dan pengawasan ekonomi.
Baca Juga: Kasus Cesium-137 Meluas: Produk Alas Kaki dari Cikande Ikut Terkontaminasi
Kesimpulan
Lonjakan investasi asing ke Indonesia dalam lima tahun terakhir menyimpan sisi gelap: meningkatnya aliran modal dari negara tax haven seperti Bermuda, BVI, dan Cayman bisa menimbulkan risiko fiskal tersembunyi. Fenomena phantom FDI yang disorot BSI Institute menunjukkan bahwa sebagian investasi hanya tercatat secara hukum tanpa aktivitas ekonomi riil, berpotensi memperlebar praktik transfer pricing dan menekan rasio pajak nasional.
Selanjutnya: Vivo X300 Pro Bawa Kamera ZEISS Telefoto 200 MP, Bisa Lakukan 3.5x Optical Zoom!
Menarik Dibaca: Vivo X300 Pro Bawa Kamera ZEISS Telefoto 200 MP, Bisa Lakukan 3.5x Optical Zoom!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













