Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor manufaktur Indonesia terus meluas. Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) mencatat, hingga Oktober 2025, sebanyak 126.160 pekerja anggota KSPN kehilangan pekerjaan.
Presiden KSPN, Ristadi, menyebutkan bahwa mayoritas korban PHK berasal dari sektor padat karya seperti tekstil, garmen, dan sepatu, yang menyumbang 79% dari total pekerja terdampak.
“Data KSPN jauh lebih besar dibandingkan data resmi Kementerian Ketenagakerjaan karena banyak perusahaan yang tidak melaporkan PHK ke pemerintah,” ujar Ristadi kepada Kontan.co.id, Rabu (11/11/2025).
Ribuan Pekerja di Tekstil dan Garmen Jadi Korban
KSPN melaporkan, sejumlah perusahaan besar di sektor tekstil dan garmen mengalami kebangkrutan atau penutupan pabrik. Di antaranya:
- Sritex Group, sekitar 11.000 pekerja terdampak pailit.
- PT Tyfountex Sukoharjo, sekitar 8.000 pekerja.
- PT Pismatex Sarung Pekalongan, sekitar 1.800 pekerja.
- PT Kabana Tekstil Pekalongan, sekitar 750 pekerja.
- PT Pulaumas Bandung, sekitar 1.300 pekerja.
- PT Adetex Bandung, sekitar 900 pekerja.
- PT Mulia Cemerlang Abadi Banten (sektor garmen), sekitar 2.800 pekerja.
- PT Kingland Banten (produsen ban motor lokal), sekitar 300 pekerja.
Baca Juga: YLKI Desak Evaluasi Redistribusi Kuota Haji 2026: Sukabumi Paling Terdampak
Ristadi menilai, fenomena ini menunjukkan krisis struktural di industri padat karya, terutama yang bergantung pada ekspor dan bahan baku impor.
Kebijakan Impor Tak Berdampak Langsung
Ristadi menilai kebijakan pemerintah dalam menekan impor ilegal dan memperketat pengawasan oleh Bea Cukai belum memberikan efek signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja.
“Kalau kebijakan ini dilakukan secara konsisten, dampaknya baru akan terasa sekitar enam bulan ke depan. Saat ini stok barang impor di pasar domestik masih sangat banyak,” ujarnya.
| Tahun | Jumlah Pekerja Ter-PHK | Keterangan |
| 2024 | 79.045 pekerja | Laporan akumulasi sejak 2022 |
| Jan–Okt 2025 | 47.115 pekerja | Laporan akumulasi sejak 2023 |
| Total (hingga Okt 2025) | 126.160 pekerja | Dari 72 perusahaan (59 TPT & 13 non-TPT) |
Dari total tersebut, 99.666 pekerja berasal dari sektor padat karya (tekstil, garmen, sepatu) — setara 79% dari total PHK nasional versi KSPN.
Baca Juga: Kasus Cesium-137 Meluas: Produk Alas Kaki dari Cikande Ikut Terkontaminasi
Dampak PHK terhadap Ekonomi dan Konsumsi
KSPN memperingatkan bahwa gelombang PHK ini dapat menggerus daya beli masyarakat, terutama di sentra-sentra industri seperti Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Banten.
Ristadi menilai perlu adanya strategi jangka menengah untuk memperkuat daya saing industri nasional, termasuk insentif energi, relaksasi pajak, dan perlindungan terhadap industri dalam negeri.
“Jika tidak ada intervensi serius, ancaman deindustrialisasi bisa makin nyata. Sektor padat karya adalah tulang punggung ekspor nonmigas kita,” ujar Ristadi menegaskan.
Tonton: Prabowo Bertemu 2 Tokoh Serikat Buruh Internasional, Bahas Penanganan PHK
Kesimpulan:
Lonjakan PHK di sektor padat karya menandakan melemahnya fondasi industri nasional. KSPN menilai kebijakan pemerintah belum efektif melindungi tenaga kerja dari dampak pelemahan ekspor dan derasnya impor. Tanpa strategi industri yang lebih kuat dan dukungan kebijakan nyata, ancaman deindustrialisasi dapat memperburuk daya beli serta ketahanan ekonomi nasional.
Sumber data:
- Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN)
- Kementerian Ketenagakerjaan RI
- Badan Pusat Statistik (BPS)
Selanjutnya: YLKI Desak Evaluasi Redistribusi Kuota Haji 2026: Sukabumi Paling Terdampak
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News












