Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Kelanjutan proyek hilirisasi batubara menjadi Dimethyl Ether (DME), yang direncanakan sebagai pengganti LPG, kini sepenuhnya berada di tangan Daya Anagata Nusantara (Danantara).
Toto Pranoto, Pengamat BUMN sekaligus Managing Director Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), mengungkapkan hal ini.
Berdasarkan UU BUMN terbaru, Danantara kini berfungsi sebagai manajer aktif dan operator yang mengelola aset serta investasi BUMN, termasuk mengelola dividen dari holding investasi dan operasional BUMN.
Proyek DME ini rencananya akan dieksekusi melalui BUMN sektor batubara, yaitu PT Bukit Asam Tbk (PTBA).
"Tinggal Danantara putuskan sebagai owner, apakah proyek ini termasuk penugasan pemerintah atau murni bisnis," ungkap Toto kepada Kontan, Senin, (27/10/2025).
Toto menjelaskan, jika proyek ini ditetapkan sebagai program penugasan pemerintah, BUMN pelaksana berhak menagih biaya kompensasi penugasan kepada pemerintah. Penagihan ini dilakukan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Baca Juga: Gantikan LPG pada 2027, Apa Itu Gas DME? Ini Keunggulannya
"Ya, kalo misal program ini ditetapkan sebagai program penugasan pemerintah, tentu akan berdampak pada APBN. Keputusan ada di Danantara dan Kementerian ESDM," tambah Toto.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep), Bisman Bakhtiar, menilai proyek DME baru mungkin berjalan jika sudah ada kejelasan mengenai investor yang tertarik masuk.
"Termasuk soal pembiayaan akan bisa dikejar jika investor serius. Jika tidak ada investor dan mitra kerja memang sangat berat," kata dia.
Menurut Bisman, Danantara memang bisa mendukung dan memfasilitasi pembiayaan, namun kapasitasnya terbatas, dan akan tidak feasible (tidak layak) jika Danantara sendiri yang harus menanggung seluruh pembiayaan.
"Dan itu juga akan membahayakan bagi Danantara. Jadi walaupun ada Danantara masih tetap butuh investor untuk sharing pembiayaan dan juga berbagi risiko," tambah dia.
Baca Juga: Di Tengah Henti Operasi Grasberg, Freeport Tetap Pasok 8,5 Ton Emas ke Antam
Senada, Ketua Badan Kejuruan (BK) Pertambangan Persatuan Insinyur Indonesia (PII), Rizal Kasli, berharap keikutsertaan Danantara bisa menyuntik dana yang dibutuhkan untuk proyek hilirisasi ini.
"Namun, Danantara juga harus melakukan kajian mendalam terutama dari sisi keekonomiannya. Kalau memenuhi kriteria investasi tentu akan menguntungkan kepada Danantara dan juga program hilirisasi batubara menjadi DME di Indonesia," kata dia.
Rizal mengingatkan, jika hasil kajian tidak menunjukkan kriteria investasi yang positif, Danantara sebaiknya memilih investasi lain yang lebih menguntungkan.
"Tentu Danantara memiliki daftar isian proyek yang banyak untuk dikerjakan. Saya rasa, di tahap awal-awal ini Danantara sebagai pengelola dana SWF harus menunjukkan kinerja positifnya terlebih dahulu agar masyarakat percaya bahwa pengelolaan Danantara dilakukan secara prudent, transparan, dan menguntungkan," jelasnya.
Sebagai catatan, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan DPR (06/05/2025), Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk (PTBA), Arsal Ismail, memaparkan bahwa nilai keekonomian DME saat ini masih lebih tinggi dari harga LPG impor. Oleh karena itu, diperlukan subsidi agar harganya dapat diterima di pasaran.
Tonton: Pemerintah dan Danantara Putar Otak Selesaikan Utang Kereta Cepat
Perhitungan PTBA menunjukkan, harga DME yang dihasilkan adalah senilai US$ 911 hingga US$ 987 per ton. Angka ini jauh lebih besar dari harga patokan DME yang diusulkan Kementerian ESDM pada 2021, yaitu sebesar US$617 per ton (harga pasar, belum termasuk subsidi).
Jika proyek berjalan, dengan harga di atas, maka nilai subsidi yang diperlukan untuk DME adalah sebesar US$ 710 per ton. Angka ini ternyata lebih besar dibandingkan nilai subsidi untuk LPG pada kesetaraan DME saat ini, yakni sebesar US$ 474 per ton.
"Analisa perhitungan kami masih lebih tinggi dari harga LPG impor. Yang kedua, ada sejumlah tantangan teknis yang disampaikan Pertamina (sebagai offtaker)," ungkapnya.
Tantangan teknis yang dimaksud Arshal mencakup infrastruktur gas, seperti jalur distribusi, serta perangkat kompor rumah tangga yang kompatibel dengan DME.
Selanjutnya: Ekonom Bongkar 3 Rahasia Belanja Masyarakat RI Naik 5,9% di Oktober, Ini Pemicunya!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













