Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Pasar mobil bekas sepanjang 2025 menghadapi tekanan berat. Para pelaku usaha di berbagai daerah kompak menyebut tahun ini sebagai periode paling menantang dalam lebih dari dua dekade terakhir.
Meskipun tidak menyebut angka pasti, para pedagang mengakui bahwa penurunan penjualan mobil bekas berjalan seiring dengan koreksi yang juga terjadi pada pasar mobil baru seperti yang tercermin dalam data Gaikindo.
Tjung Subianto, Ketua Umum AMBI (Asosiasi Mobil Bekas Indonesia), tidak menutupi betapa sulitnya kondisi pasar tahun ini.
“Kalau menurut saya, dari Januari sampai Oktober tahun ini memang berat, terutama bagi kami di Jabodetabek,” ujar Tjung, kepada Kompas.com (19/11/2025).
“Ekonomi memburuk, semua orang mengakui itu. Kalau ekonomi buruk, volume mobil, rumah pasti turun. Daya beli melemah, macam-macam lah. Dagang apa pun sepi,” kata dia.
Ia menjelaskan bahwa tekanan terbesar terasa di Jabodetabek—wilayah yang memegang porsi signifikan dalam industri otomotif nasional.
“Iya secara nasional. Jabodetabek memegang 40 persen size otomotif nasional. Kalau di sini goyang, daerah lain lebih parah,” ucap Tjung.
Baca Juga: KUR 3% Siap Digelontorkan untuk Genjot Produksi Ayam dan Telur
Namun kondisi tidak sepenuhnya seragam. Daerah dengan basis ekonomi komoditas masih menunjukkan perputaran yang lebih stabil.
“Tapi Indonesia luas. Kalau di daerah yang sumber daya alamnya bagus—sawit, tambang—perputaran ekonomi tetap lancar. Mereka masih eksis. Jabodetabek beda, karena isinya pekerja, jasa, karyawan, toko. Ketika ekonomi lesu ya langsung terasa,” katanya.
Tjung juga menanggapi anggapan bahwa kehadiran merek-merek mobil Cina menjadi penyebab utama pasar melemah. Menurutnya, dampaknya ada, tetapi bukan faktor utama.
“Ada pengaruhnya, tapi faktor utama tetap ekonomi nasional. Mobil bekas dan mobil baru tadinya berbagi kue,” kata Tjung.
“Sekarang muncul mobil China, jadi terbagi lagi. Lalu muncul mobil listrik, terbagi lagi. Kuenya bukan membesar, malah mengecil, tapi yang memotong makin banyak,” ujarnya.
Baca Juga: Penerimaan Pajak Seret, Pemerintah Kerahkan “Surat Cinta” hingga Penagihan Langsung
Ia membandingkan kondisi pasar mobil bekas dengan tren mobil baru. Tahun lalu penjualan mobil baru berdasarkan data Gaikindo mencapai sekitar 800.000 unit. Tahun ini diperkirakan hanya menutup di kisaran 700.000 unit, penurunan signifikan yang sejalan dengan pelemahan pasar mobil bekas.
“Mobil bekas lebih sulit dihitung karena pedagangnya banyak. Kira-kira 7.000 pedagang dari skala kecil sampai besar. Tapi dari pengalaman saya 20 tahun lebih, tahun ini yang terburuk,” kata dia.
Perspektif serupa datang dari daerah. Ferry Saputra, Ketua DPD Jawa Barat AMBI, menyampaikan bahwa dampaknya terasa hingga sektor-sektor terkait.
“Semua bilang omzet turun, penjualan susah. Kalau sektor besar melemah, dampaknya luas. Buruh bangunan tidak kerja, toko material sepi, perputaran uang menurun,” kata dia.
Dengan melemahnya daya beli dan stagnasi ekonomi nasional di kisaran 5 persen, para pedagang berharap pemulihan bisa terjadi tahun depan. Namun untuk saat ini, 2025 menjadi tahun yang menguji ketahanan industri mobil bekas di seluruh Indonesia.
Tonton: OJK Rekening Menganggur Lebih dari 5 Tahun Akan Dinyatakan Dormant
Kesimpulan
Kondisi pasar mobil bekas di Indonesia sepanjang 2025 mengalami tekanan berat dan disebut pelaku industri sebagai yang paling buruk dalam lebih dari 20 tahun. Pelemahan ekonomi nasional menjadi faktor dominan yang menurunkan daya beli masyarakat, sementara munculnya pemain baru seperti mobil listrik dan merek otomotif Cina semakin mempersempit ruang pasar yang sebelumnya terbagi antara mobil bekas dan mobil baru.
Artikel ini sudah tayang di Kompas.com berjudul "Ekonomi Lesu, Pasar Mobil Bekas Merosot pada 2025"
Selanjutnya: Pajak Ekspor dan Pasar Batubara Indonesia
Menarik Dibaca: 6 Daftar HP Infinix RAM 8 GB & 12 GB, Cocok Buat Main Game & Simpan banyak File
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













